Kamis, 05 April 2012

PSIKOLOGI INDIVIDUAL ADLER


RIWAYAT HIDUP ADLER

Alfred Adler lahir di wina pada tahun 1870 dari keluarga kelas menengah,dan meninggal di aberdeen,skotlandia pada tahun 1937 pada waktu ia mengadakan perjalanan keliling untuk memberikan ceramah. Ia meraih gelar doktor pada tahun 1895 dari universitas wina. Awalnya ia bekerjasama dengan Freud dan menjadi anggota serta akhirnya menjadi presiden “Masyarakat Psikoanalisis Wina”. Akan tetapi  Adler mulai mengembangkan ide-idenya yang menyimpang dari ide-ide Freud dan anggota-anggota lain di masyarakat wina itu,dan ketika perbedaan-perbedaan menjadi tajam, ia di minta menyajikan pandangan-pandangannya di hadapan masyarakat itu. Ini terjadi pada tahun 1911 dan sebagai akibat kritik dan celaan seru terhadap pendirian Adler oleh anggota-anggota lain dari masyarakat itu.
            Ia kemudian membentuk kelompoknya sendiri, yang kemudian dikenal sebagai Psikolog Individual dan yang menarik pengikut dari seluruh dunia. Selama Perang Dunia I, Adler bekerja sebagai dokter pada laskar tentara Austria dan sesudah perang ia tertarik pada bimbingan anak-anak dan mendirinkan klinik bimbingan pertama yang berhubungan dengan sistem aliran Wina. Ia juga mendorong berdirinya aliran eksperimental di Wina yang menerapkan teorinya di bidang pendidikan (Furtmuller, 1964).
Pada tahun 1935 Adler menetap di Amerika Serikat di mana ia meneruskan praktiknya sebagai psikiater dan menjadi profesor dalam psikologi medis di Long Island College of Medicine. Adler adalah seorang penulis produktif dan seorang penceramah yang tidak kenal lelah. Di Amerika Serikat pengaruh psikologi individual cukup luas. Pendapat-pendapat Adler tetap terpelihara dan bertambah luas berkat adanya “The American Society of Individual Psychology” yang mempunyai majalah tersendiri, yaitu: The American Journal of Individual Psychology. Sebagai penulis, Adler sendiri juga cukup produktif, bayak tulisan-tulisannya; salah satu hasil karyanya yang oleh para ahli dianggap representati ialah: Praxis und Theorie der Individual psychologie.
Berbeda secara tajam dengan pandangan pokok Freud bahwa tingkah laku manusia di dorong oleh insting-insting yang dibawa sejak lahir dan dengan aksioma pokok Jung yang menyatakan bahwa tingkah laku manusia dikuasai oleh arkhetipe-arkhetipe yang dibawa sejak lahir. Adler berpendapat bahwa manusia pertama-tama dimotivasikan oleh dorongan-dorongan sosial. Menurut Adler, manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Mereka menghubungkan dirinya dengan orang-orang lain, ikut dalam kegiatan-kegiatan kerja sama sosial, menempatkan kesejahteraan sosial diatas kepentingan diri sendiri, dan mengembangkan gaya hidup  yang mengutamakan orientasi sosial. Adler tidak berkata bahwa manusia disosialisasikan hanya dengan melibatkan diri pada proses-proses sosial, dorongan sosial adalah sesuatu yang dibawa sejak lahir, meskipun tipe-tipe khusus hubungan dengan orang dan pranata-pranata sosial yang berkembang ditentukan oleh corak masyarakat tempat orang itu dilahirkan. Maka dalam satu segi pandangan Adler sama-sama bersifat biologis seperti Freud dan Jung. Ketiga-tiganya berpendapat bahwa seseorang mempunyai kodrat inheren yang membentuk kepribadiannya. Freud menekankan seks, Jung menekankan pola-pola pemikiran primordial, serta Adler menekankan minat sosial. Penekanan pada faktor-faktor sosial tingkah laku yang telah diabaikan atau diminimasikan oleh Freud maupun Jung mungkin merupakan sumbangan paling besar Adler bagi teori psikologi.
Dia mengalihkan pelatihan para psikolog pada pentingnya variabel-variabel sosial dan membantu mengembangkan bidang-bidang  psikologi sosial pada saat psikologi sosial membutuhkan dorongan dan dukungan, terutama dari kalangan psikoanalisis. Sumbangan penting kedua Adler bagi teori kepribadian adalah konsepnya mengenai diri yang kreatif. Tidak seperti ego Freud, yang terdiri dari kumpulan proses psikologis yang melayani tujuan insting-insting dari Adler merupakan sistem subjektif yang sangat dipersonalisasikan, yang menginterprestasikan dan membuat pengalaman-pengalaman organisme penuh arti.
Tambahan lagi, diri mencari pengalaman-pengalaman yang akan membantu pemenuhan gaya hidup sang pribadi yang unik; apabila pengalaman- pengalaman ini tidak ditemukan di dunia maka diri akan berusaha menciptakannya. Konsepsi tentang diri yang kreatif ini adalah baru bagi teori psikonalitik dan ia membantu mengimbangi “objektivisme” ekstrim psikoanalisis klasik, yang hampir sepenuhnya bersandar pada kebutuhan-kebutuhan biologis dan stimulus-stimulus dari luar untuk menerangkan dinamika kepribadian.
Ciri ketiga psikologi Adler yang membedakannya dari psikoanalisis klasik adalah tekanannya pada keunikan kepribadian. Adler berpendapat bahwa setiap orang merupakan konfigurasi unik dari motif-motif, sifat-sifat, minat-minat dan nilai-nilai; setiap perbuatan yang dilakukan orang membawa corak khas gaya hidupnya sendiri.
Teori Adler tentang sang pribadi meminimasikan peran insting seksual yang dalam teori awal Freud memainkan  peranan yang hampir ekslusif dalam dinamika tingkah laku. Terhadap monolog freudian tentang seks ini, Adler menambahkan suara-suara lain yang penting. Manusia pertama-tama adalah makhluk sosial, bukan seksual. Manusia dimotivasikan oleh minat sosial, bukan oleh dorongan seksual. Inferioritas mereka tidak terbatas pada bidang seksual, melainkan bisa meluas pada segala segi, baik fisik maupun psikologis. Sebenarnya, cara seseorang memuaskan kebutuhan seksualnya ditentukan oleh gaya hidupnya bukan sebaliknya. Penurunan peranan seks yang dilakukan Adler bagi banyak orang membuat lega dari panseksualisme Freud yang monoton.
 Akhirnya, Adler memandang kesadaran sebagai pusat kepribadian, yang menyebabkan ia menjadi perintis perkembangan psikologi yang berorientasi pada ego. Manusia adalah makhluk sadar, mereka biasanya sadar akan alasan-alasan tingkah laku mereka. Mereka sadar akan inferioritas-inferioritas mereka dan sadar akan tujuan-tujuan yang mereka perjuangkan. Lebih dari itu manusia adalah individu yang sadar akan dirinya sendiri dan mampu merencanakan serta membimbing perbuatan-perbuatannya dan menyadari sepenuhnya arti dari perbutan-perbuatan itu bagi aktualisasi dirinya sendiri. Ini merupakan antitesis teori Freud, yang benar-benar mereduksikan kesadaran ke status nonentitas sekedar buih di tengah samudera ketidaksadaran.

Perbedaan prinsip Adler dengan Freud adalah sebagai berikut:
1.      Freud memandang komponen kehidupan yang sehat adalah kemampuan “mencintai dan berkarya”. Bagi Adler masalah hidup selalu bersifat sosial. Fungsi
2.      hidup sehat bukan hanya mencintai dan berkarya, tetapi juga merasakan kebersamaan dengan orang lain dan memperdulikan kesejahteraan mereka.
3.      Freud memandang kepribadian sebagai proses biologik-mekanistik, sedang Adler termasuk pelopor ego kreatif (ego-creative). Ego adalah sistem subyektif yang sangat dipersonifikasikan, yang menginterpretasi dan membuat pengalaman organisme menjadi penuh makna.
4.      Adler menekankan adanya keunikan pribadi. Setiap pribadi merupakan konfigurasi unik dari motif-motif,sifat minat dan nilai-nilai. Setiap perbuatan dilakukan secara khas gaya hidup orang itu.
5.      Adler memandang kesadaran sebagai pusat kepribadian, bukan ketidak sadaran.
6.      Adler keras berpendapat bahwa semua kehidupan selalu bergerak. Dia memilih tidak berfikir dalam kerangka struktur dan perkembangannya, karna konsep semacam itu dianggapnya cenderung membuat kongkrit sesuatu yang abstrak.
Walaupun tulisan-tulisannya mengungkap pemahaman yang mendalam dan kompleks mengenai kepribadian manusia, teori Adler pada dasarnya sederhana dan ringkas. Bagi Adler, manusia itu lahir dalam keadaan tubuh yang lemah, tak berdaya. Kondisi ketidak berdayaan itu menimbulkan perasaan inferiorita dan ketergantungan kepada orang lain. Psikologi individual memandang individu sebagai mahluk yang saling tergantung secara sosial. Perasaan bersatu dengan orang lain (interes sosial) ada sejak manusia dilahirkan dan menjadi syarat utama kesehatan jiwa. Rincian pokok-pokok teori Adler mencakup enam hal berikut:
1.      Finalisme fiktif
2.      Perjuangan kearah superioritas
3.      Perasaan inferioritas dan kompensasi
4.      Minat kemasyarakatan
5.      Gaya hidup
6.      Diri kreatif

TEORI ADLER

1.       1. Finalisme Fiktif
Konsep Adler mengenai motifasi bertentangan dengan konsep Freud. Menurut Adler, tingkah laku dipengaruhi oleh persepsi harapan yang mungkin dicapai dimasa yang akan datang, bukan oleh apa yang sudah dikerjakan dimasa lalu. Konsep Adler ini dipengaruhi oleh Filsafat Positifisme idealistik dari Hans Vaihinger.
Vaihinger mengemukakan gagasan aneh namun memikat bahwa manusia hidup dengan banyak cita-cita yang semata-mata bersifat fiktif, yang tidak ada pandangannya dalam kenyataan. Gambaran-gambaran fiktif ini, misalnya “semua manusia di ciptakan sama”, kejujuran adalah politik yang paling baik ”tujuan membenarkan sarana”, memungkinkan manusia menghadapi kenyataan secara lebih efektif. Gambaran-gambaran fiktif ibu merupakan konstruksi-konstruksi atau pengandaian-pengandaian penolong dan bukan hipotesis-hipotesis yang dapat di uji dan dibuktikan. Mereka itu dapat dibuang kalau tidak lagi berguna. Adler menemukan dalam Vaihinger tangkisan terhadap determinisme historis yang kaku ini; dia menemukan ide bahwa manusia lebih dimotivasikan oleh harapan-harapanny tentang masa depan dari pada pengalaman-pengalaman masa lampaunya. Tujuan-tujuan ini tidak ada dimasa depan sebagai bangian dari ancaman teori teleotologis – baik Vaihinger maupun Adler tidak percaya kepada nasib atau takdir – melainkan hadir secara subjektif atau secara mental disini dan kini dalam bentuk perjuangan-perjuangan secara cita-cita yang mempengaruhi tingkah laku sekarang. Bagi Adler, tujuan-tujuan fiktif ini merupakan penyebab subjektif peristiwa-peristiwa psikologis.
Seperti Jung, Adler mengidentifikasikan teori Freud dengan prinsip kausalitas dan teorinya sendiri dengan prinsip finalisme. Tujuan final itu merupakan suatu fiksi yakni merupakan suatu cita-cita yang tidak mungkin direalisasikan, kendati pun demikian merupakan pelecit yang sungguh-sungguh nyata ke arah perjuangan manusia dan penjelasan terakhir tentang tingkah laku. Akan tetapi Adler yakin bahwa orang normal dapat membebaskan diri dari pengaruh fiksi-fiksi ini dan menghadapi kenyataan jika memang diperlukan, sedangkan orang neurotik tidak mampu berbuat demikian.

2.      2. Perjuangan ke Arah Superioritas
              Adler yakin bahwa individu memulai hidup dengan kelemahan fisik yang mengaktifkan perasaan inferior, perasaan yang menggerakan orang untuk berjuang menjadi superiorita atau untuk menjadi sukses. Individu yang secara psikologis kurang sehat berjuang untuk menjadi pribadi yang superior, dan indifidu yang secara psikologis sehat termotifasi untuk termotifasi untuk mensukseskan umat manusia.
Pada tahun 1908, Adler telah mencapai kesimpulan bahwa agresi lebih penting dari pada seksualitas. Kemudian implus agresif itu diganti dengan”hasrat akan kekuasaan”. Adler mengidentifikasikan kekuasaan dengan sifat maskulin dan kelamahan dangan sifar feminim. Kemudian, Adler menggantikan “hasrat akan kekuasaan” dengan “perjuangan kearah superioritas” yang tetap dipakainya untuk seterusnya. Jadi ada tiga tahap pemikiran Adler tentang tujuan final manusia,yakni: menjadi agresif, menjadi berkuasa, dan menjadi superior.
            Adler manegaskan bahwa superioritas bukan pengkotakan sosial, kepemimpinan, atau kedudukan yang tinggi dimasyarakat. Tetapi superioritas yang dimaksudkan Adler adalah sesuatu yang sangat mirip dengan konsep Jung tentang diri atau prinsip aktualisasi diri dari Goldstein. Adler menyatakan bahwa perjuangan ini bersifat bawaan, bahwa ia bawaan dari hidup, malahan hidup itu sendiri.
            Adler mengakui bahwa dorongan kearah superioritas itu dapat menjelma dengan beribu-ribu cara yang berbeda-beda, dan bahwa setiap orang mempunyai cara konkret masing-masing untuk mencapai atau berusaha mencapai kesempurnaan. Orang yang neurotik misalnya, memperjuangkan harga diri, kekuasaan, dan pemujaan diri. Dengan kata lain, memperjuangkan tujuan-tujuan egoistik atau mementingkan diri sendiri. Sedangkan orang normal memperjuangkan tujuan-tujuan yang terutama bersifat sosial.

3.     3. Perasaan Inferioritas dan Kompensasi
Menurut Adler, manusia dimotivasi oleh satu dorongan utama-dorongan untuk mengatasi perasaan inferioritas dan menjadi superior. Dengan demikian, perilaku kita pada dasarnya ditentukan oleh masa depan yang kita bayangkan-dengan tujuan dan harapan. Didorong oleh perasaan inferioritas, ditarik oleh keinginan untuk lebih superioritas, kita menghabiskan hidup kita berusaha untuk menjadi seperti hampir sesempurna mungkin. Inferioritas, bagi Adler, berarti merasa lemah dan tidak terampil dalam menghadapi tugas-tugas yang harus diselesaikan. Ini tidak berarti yang inferior dengan orang lain dalam arti umum, meskipun tidak berarti bahwa kita membandingkan kemampuan khusus kita dengan orang lain yang lebih tua dan lebih berpengalaman.
Konsep Adler tentang superior hampir sama seperti gagasan Jung mengenai transendensi dan merupakan pelopor realisasi diri, atau aktualisasi diri, diusulkan oleh Horney, Maslow, dan lain-lain. Sekali lagi, dengan konsep ini, Adler bukan berarti menjadi lebih baik dari orang lain atau lebih di atas mereka. Dengan berjuang untuk superioritas, Adler berarti selalu berusaha untuk menjadi sesuatu yang lebih baik-untuk menjadi lebih dekat dan lebih dekat kepada seseorang yang merupakan tujuan ideal. Apakah perasaan inferioritas yang melahirkan tujuan untuk superioritas, dan bersama-sama mereka membentuk “drive ke atas” yang mendorong kita terus bergerak “dari minus ke plus, dari bawah ke atas”. Drive ini, menurut Adler, adalah bawaan dan merupakan kekuatan semua drive yang lain.
Adler mengatakan inferioritas, sangat normal: semua dari kita memulai hidup dari kecil, makhluk yang lemah. Sepanjang hidup, inferioritas muncul terus-menerus seperti kita memenuhi tugas-tugas baru dan asing yang harus dikuasai. Perasaan ini adalah penyebab dari semua perbaikan perilaku manusia. Sebagai contoh, orang dewasa 40 tahun yang memperoleh promosi merasa kalah dalam posisi barunya sampai ia belajar bagaimana menangani tugas baru. Setiap kali kita menghadapi tugas baru, kesadaran awal inferioritas diatasi untuk mencapai superioritas. Beberapa kondisi seperti memanjakan dan mengabaikan dapat mengakibatkan seseorang untuk mengembangkan kompleks inferioritas atau superioritas. Kedua kompleks ini berkaitan erat. Kompleks superioritas selalu menyembunyikan atau-mengkompensasi-perasaan inferioritas, dan kompleks inferioritas sering menyembunyikan perasaan superioritas. Misalnya, orang yang sombong dan berusaha untuk mendominasi orang-orang yang dalam beberapa hal lebih lemah dari dirinya mungkin akan menunjukkan sebuah kompleks superioritas. Pada kenyataannya, orang merasa tidak mampu, tetapi dengan memanggil perhatian pada dirinya dan dengan mendorong orang lain di sekitar, ia dapat berpura-pura menjadi lebih unggul. Seseorang yang terus-menerus depresi dan putus asa dapat mengembangkan alasan untuk tidak berjuang untuk perbaikan diri dan memperoleh layanan khusus dari orang lain. Orang ini mungkin sebenarnya merasa berhak untuk layanan ini karena rasa superioritas yang tersembunyi dari keyakinan bahwa semua masalah bukan semata dari kesalahannya.
4.       
        4. Minat Kemasyarakatan
Konsep Adler mengenai minat sosial tidak mudah untuk didefinisikan. Persoalan penting dalam dorongan kearah kesempurnaan adalah ide dari minat sosial atau kepekaan sosial. Jika disandingkan dengan holisme-nya Adler, kita dapat dengan mudah melihat bahwa setiap orang yang “didorong kearah kesempurnaan” pasti mempertimbangkan lingkungan sosialnya. Sebagai makhluk sosial kita tidak akan eksis tanpa adanya orang lain. Ini tetap berlaku pada diri orang yang anti sosial sekalipun. Meskipun kapasitas untuk minat sosial adalah bawaan. Adler mengatakan, terlalu kecil atau lemah-setidaknya pada saat ini dalam evolusi manusia-untuk mengembangkan sendiri. Sebagai hasilnya itu adalah tanggung jawab ibu, sebagai “orang lain pertama siapa anak pengalaman,” untuk mengembangkan potensi bawaan pada anak. jika ibu tidak “membantu anak memperpanjang minatnya untuk orang lain,” anak akan tidak siap untuk memenuhi persoalan hidup dalam masyarakat.
Adler percaya bahwa dalam situasi tipis, sistem pendidikan atau beberapa bentuk terapi harus substitusi untuk pelatihan orang tua. Menurut Adler, adalah minat sosial yang memungkinkan seseorang untuk berjuang untuk keunggulan dalam cara yang sehat dan kurangnya itu yang mengarah ke fungsi maladaptif: Semua kegagalan-neurotik, psikotik, penjahat, pemabuk, masalah anak-anak, bunuh diri, cabul, dan pelacur-adalah kegagalan karena mereka kurang dalam minat sosial. mereka mendekati masalah pekerjaan, persahabatan, dan seksTanpa keyakinan bahwa masalah mereka dapat diselesaikan dengan kerjasama. makna mereka berikan kepada hidup adalah makna pribadi. Tidak ada orang lain yang diuntungkan oleh pencapaian tujuan mereka. Tujuan mereka sukses adalah tujuan superioritas pribadi dan kemenangan mereka memiliki makna hanya untuk diri mereka sendiri. Konsep minat sosial menjelaskan bagaimana mungkin bagi semua orang berjuang untuk keunggulan sekaligus. Pada akhirnya, minat sosial terdiri dari orang-orang yang berusaha untuk “kesempurnaan” masyarakat karena mereka berusaha untuk individu mereka sendiri “kesempurnaan.”
 Dalam pengertian ini, “adalah minat sosial kompensasi yang benar dan tak terelakkan untuk semua kelemahan alami manusia individu. kami berusaha untuk mengatasi inferiorities ourparticular membawa kita berjuang untuk memperbaiki masyarakat secara keseluruhan. Keadaan kesempurnaan terhadap yang kita semua berusaha adalah satu di mana individu dan masyarakat hidup, cinta dan bekerja bersama secara harmonis Pengertian tentang minat sosial dan berjuang untuk keunggulan sangat erat. Menurut Adler, manusia yang sehat yaitu pada saat yang sama ia berusaha untuk keunggulan sendiri membantu orang lain untuk mencapai tujuan mereka. Dalam sebuah surat kepada putrinya tertua dan suami barunya, Adler membuat perkawinan model bagi masyarakat: “hidup menikah adalah tugas di mana Anda berdua harus bekerja, dengan sukacita. Isi dirimu dengan tekad berani untuk berpikir lebih lanjut tentang masing-masing, selain tentang diri Anda, dan selalu berusaha untuk membuat hidup yang lain lebih mudah dan lebih indah. Jangan biarkan salah satu dari Anda untuk menjadi bawahan yang lain. Menurut Adler, untuk orang yang sehat dan masyarakat yang sehat dalam pengembangannya, harus ada interaksi konstan antara kepedulian untuk diri sendiri dan kepedulian untuk orang lain.

5.      5. Gaya Hidup
Gaya hidup adalah prinsip sistem dengan kepribadian individual yang berfungsi untuk menjelaskan keunikan seseorang dalam memahami tingkah lakunya. Setiap orang mempunyai gaya hidup masing-masing. Setiap orang mempunyai tujuan sama yaitu mencapai superioritas, namun cara untuk mengejarnya tak terhingga jumlahnya. Ada yang dengan mengembangkan inteleknya, ada yang dengan mengerahkan segenap usahanya untuk mencapai kesempurnaan otot. Gaya hidup seseorang terbentuk pada masa kanak-kanak pada usia 4 atau 5 tahun, sejak itu pengalaman-pengalaman dihadapi dan diasimilasikan sesuai dengan gaya hidup yang khas (unik).
Sikap, perasaan, apersepsi terbentuk dan menjadi mekanik pada usia dini dan sejak itu praktis gaya hidup tidak bisa berubah. Menurut Adler gaya hidup sebagian besar ditentukan oleh inferioritas-inferioritas yang khusus, entah khayalan atau nyata yang dimiliki orang; jadi gaya hidup merupakan bentuk kompensasi dari suatu inferioritas khusus terhadap kekurang sempurnaan tertentu. Misalnya gaya hidup Napoleon yang gemar menklukkan adalah kompensasi bagi tubuhnya yang kecil. Penjelasan dari gaya hidup sebagai dasar tingkah laku manusia akhirnya tidak memuaskan adler sendiri karena terlalu sederhana dan mekanistik, akhirnya ia mencari prinsip yang dinamik dan menemukan diri yang kreatif.

6.            
6.Diri Kreatif
Diri kreatif adalah prinsip penting dalam kehidupan manusia, sebagai penggerak utama, pegangan filsafat, yang pada akhirnya menjadi penyebab pertama dalam  menentukan perilaku manusia. Diri kreatif sulit untuk digambarkan karena orang tidak dapat melihatnya secara langsung, tetapi hanya dapat melihatnya lewat manifestasi atau pengaruh-pengaruhnya saja. Inilah yang mengantarai antara perangsang yang dihadapi individu dengan respon yang dilakukannya. Diri yang kreatif membentuk kepribadiannya sendiri atau yang memberi arti kepada hidup, yang menetapkan tujuan serta membuat alat untuk mencapainya. Menurut Adler, keturunan atau hereditas hanya membekalinya dengan “kemampuan-kemampuan tertentu”, dan lingkungan hanya memberinya “kesan-kesan tertentu”. dua kekuatan (kemampuan dan kesan), dalam kombinasi dengan cara ia mengalaminya dan menafsirkan keturunan dan lingkungan yakni interprestasinya tentang pengalaman-pengalaman adalah membentuk “batu bata” atau dengan kata lain sikapnya terhadap kehidupan, yang menghubungkan dunia  ini dengan dunia luar.
Konsep Adler tentang kreativitas diri antimechanistic jelas mencerminkan pandangan tentang kepribadian: manusia bukanlah penerima pasif pengalaman tetapi seorang aktor dan inisiator perilaku. konsep ini menggarisbawahi pandangan Adler sebagai kepribadian dinamis, bukan statis: orang itu terus bergerak melalui kehidupan, aktif menafsirkan dan menggunakan pengalaman semua. dan mendukung gagasan bahwa kepribadian unik: setiap orang menciptakan kepribadiannya dari bahan mentah keturunan dan pengalaman.
           
DAFTAR PUSTAKA:
S. Hall, Calvin dan Lindzey Gardner.(1993).Teori-Teori Psikodinamik (klinis).Yogyakarta.           Kanisius
Alwisol.(2008).Psikologi Kepribadian.Malang.UMM press
Suryabrata, Sumadi.(2007).Psikologi Kepribadian.Jakarta.PT Rajagrafindo Persada
http://bkpemula.wordpress.com/2012/03/01/352/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar